Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis.

Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam.

Get the latest news!

PERGAULAN LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN
    Dr. Yusuf Qardhawi                                     (1/3)

    PERTANYAAN

    Banyak perkataan dan fatwa seputar masalah (boleh  tidaknya)
    laki-laki bergaul dengan perempuan (dalam satu tempat). Kami
    dengar diantara ulama ada yang mewajibkan wanita untuk tidak
    keluar  dari  rumah  kecuali ke kuburnya, sehingga ke masjid
    pun   mereka   dimakruhkan.   Sebagian   lagi    ada    yang
    mengharamkannya, karena takut fitnah dan kerusakan zaman.

    Mereka mendasarkan pendapatnya pada perkataan Ummul Mu'minin
    Aisyah r.a.: "Seandainya Rasulullah saw. mengetahui apa yang
    diperbuat  kaum  wanita  sepeninggal  beliau, niscaya beliau
    melarangnya pergi ke masjid."

    Kiranya sudah tidak samar  bagi  Ustadz  bahwa  wanita  juga
    perlu keluar rumah ketengah-tengah masyarakat untuk belajar,
    bekerja, dan bersama-sama  di  pentas  kehidupan.  Jika  itu
    terjadi,  sudah  tentu wanita akan bergaul dengan laki-laki,
    yang boleh jadi merupakan teman sekolah, guru, kawan  kerja,
    direktur perusahaan, staf, dokter dan sebagainya.

    Pertanyaan  kami,  apakah  setiap pergaulan antara laki-laki
    dengan perempuan itu terlarang atau  haram?  Apakah  mungkin
    wanita  akan hidup tanpa laki-laki, terlebih pada zaman yang
    kehidupan  sudah  bercampur  aduk  sedemikian  rupa?  Apakah
    wanita  itu  harus  selamanya  dikurung  dalam sangkar, yang
    meskipun berupa sangkar emas, ia tak lebih  sebuah  penjara?
    Mengapa  laki-laki  diberi  sesuatu  (kebebasan)  yang tidak
    diberikan   kepada   wanita?   Mengapa    laki-laki    dapat
    bersenang-senang   dengan   udara  bebas,  sedangkan  wanita
    terlarang menikmatinya? Mengapa persangkaan jelek itu selalu
    dialamatkan   kepada  wanita,  padahal  kualitas  keagamaan,
    pikiran, dan hati nurani wanita tidak lebih rendah  daripada
    laki-laki?

    Wanita   -   sebagaimana   laki-laki   -  punya  agama  yang
    melindunginya, akal yang mengendalikannya, dan  hati  nurani
    (an-nafs    al-lawwamah)    yang    mengontrolnya.   Wanita,
    sebagaimana laki-laki, juga punya  gharizah  atau  keinginan
    yang  mendorong  pada  perbuatan  buruk  (an-nafs al-ammarah
    bis-su). Wanita dan laki-laki  sama-sama  punya  setan  yang
    dapat  menyulap  kejelekan  menjadi keindahan serta membujuk
    rayu mereka.

    Yang menjadi pertanyaan, apakah semua peraturan  yang  ketat
    untuk wanita itu benar-benar berasal dari hukum Islam?

    Kami  mohon  Ustadz  berkenan  menjelaskan  masalah ini, dan
    bagaimana seharusnya sikap kita? Dengan kata lain, bagaimana
    pandangan  syariat  terhadap  masalah  ini?  Atau, bagaimana
    ketentuan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang sahih,  bukan  kata
    si Zaid dan si Amr.

    Semoga  Allah memberi taufik kepada Ustadz untuk menjelaskan
    kebenaran dengan mengemukakan dalil-dalilnya.

    JAWABAN

    Kesulitan kita - sebagaimana yang sering  saya  kemukakan  -
    ialah   bahwa  dalam  memandang  berbagai  persoalan  agama,
    umumnya masyarakat berada dalam kondisi ifrath  (berlebihan)
    dan  tafrith (mengabaikan). Jarang sekali kita temukan sikap
    tawassuth   (pertengahan)   yang   merupakan   salah    satu
    keistimewaan dan kecemerlangan manhaj Islam dan umat Islam.

    Sikap  demikian  juga  sama  ketika mereka memandang masalah
    pergaulan wanita muslimah di tengah-tengah masyarakat. Dalam
    hal   ini,   ada   dua   golongan   masyarakat  yang  saling
    bertentangan dan menzalimi kaum wanita.

    Pertama,  golongan  yang  kebarat-baratan  yang  menghendaki
    wanita  muslimah  mengikuti  tradisi Barat yang bebas tetapi
    merusak nilai-nilai agama dan menjauh dari fitrah yang lurus
    serta  jalan yang lempang. Mereka jauh dari Allah yang telah
    mengutus para rasul  dan  menurunkan  kitab-kitab-Nya  untuk
    menjelaskan dan menyeru manusia kepada-Nya.

    Mereka  menghendaki wanita muslimah mengikuti tata kehidupan
    wanita  Barat  "sejengkal  demi  sejengkal,   sehasta   demi
    sehasta"  sebagaimana  yang  digambarkan  oleh  hadits Nabi,
    sehingga andaikata wanita-wanita Barat itu masuk  ke  lubang
    biawak niscaya wanita muslimah pun mengikuti di belakangnya.
    Sekalipun lubang biawak tersebut melingkar-lingkar,  sempit,
    dan pengap, wanita muslimah itu akan tetap merayapinya. Dari
    sinilah lahir "solidaritas"  baru  yang  lebih  dipopulerkan
    dengan istilah "solidaritas lubang biawak."

    Mereka  melupakan  apa yang dikeluhkan wanita Barat sekarang
    serta akibat buruk yang  ditimbulkan  oleh  pergaulan  bebas
    itu,  baik  terhadap  wanita maupun laki-laki, keluarga, dan
    masyarakat.    Mereka    sumbat    telinga    mereka    dari
    kritikan-kritikan  orang yang menentangnya yang datang silih
    berganti dari seluruh penjuru  dunia,  termasuk  dari  Barat
    sendiri.  Mereka tutup telinga mereka dari fatwa para ulama,
    pengarang,  kaum  intelektual,  dan   para   muslihin   yang
    mengkhawatirkan  kerusakan yang ditimbulkan peradaban Barat,
    terutama jika semua ikatan dalan pergaulan antara  laki-laki
    dan perempuan benar-benar terlepas.

    Mereka   lupa  bahwa  tiap-tiap  umat  memiliki  kepribadian
    sendiri yang dibentuk oleh aqidah dan pandangannya  terhadap
    alam  semesta,  kehidupan, tuhan, nilai-nilai agama, warisan
    budaya, dan tradisi. Tidak boleh suatu masyarakat  melampaui
    tatanan suatu masyarakat lain.

    Kedua,  golongan  yang  mengharuskan  kaum  wanita mengikuti
    tradisi dan kebudayaan  lain,  yaitu  tradisi  Timur,  bukan
    tradisi  Barat.  Walaupun  dalam  banyak  hal  mereka  telah
    dicelup oleh pengetahuan agama, tradisi mereka tampak  lebih
    kokoh  daripada  agamanya. Termasuk dalam hal wanita, mereka
    memandang rendah dan sering berburuk sangka kepada wanita.

    Bagaimanapun, pandangan-pandangan diatas bertentangan dengan
    pemikiran-pemikiran lain yang mengacu pada Al-Qur'anul Karim
    dan petunjuk  Nabi  saw.  serta  sikap  dan  pandangan  para
    sahabat yang merupakan generasi muslim terbaik.

    Ingin   saya   katakan   disini   bahwa   istilah  ikhtilath
    (percampuran)  dalam  lapangan  pergaulan  antara  laki-laki
    dengan  perempuan  merupakan  istilah  asing yang dimasukkan
    dalam  "Kamus  Islam."  Istilah  ini  tidak  dikenal   dalam
    peradaban  kita  selama  berabad-abad  yang  silam, dan baru
    dikenal  pada  zaman  sekarang  ini  saja.   Tampaknya   ini
    merupakan  terjemahan  dari  kata  asing yang punya konotasi
    tidak menyenangkan terhadap perasaan umat Islam.  Barangkali
    lebih   baik  bila  digunakan  istilah  liqa'  (perjumpaan),
    muqabalah  (pertemuan),   atau   musyarakrah   (persekutuan)
    laki-laki dengan perempuan.

    Tetapi  bagaimanapun  juga,  Islam  tidak  menetapkan  hukum
    secara   umum   mengenai   masalah   ini.    Islam    justru
    memperhatikannya  dengan  melihat  tujuan  atau kemaslahatan
    yang    hendak    diwujudkannya,    atau     bahaya     yang
    dikhawatirkannya,  gambarannya, dan syarat-syarat yang harus
    dipenuhinya, atau lainnya.

    Sebaik-baik petunjuk dalam masalah ini ialah  petunjuk  Nabi
    Muhammad saw., petunjuk khalifah-khalifahnya yang lurus, dan
    sahabat-sahabatnya yang terpimpin.

    Orang yang mau memperhatikan petunjuk ini, niscaya  ia  akan
    tahu bahwa kaum wanita tidak pernah dipenjara atau diisolasi
    seperti yang terjadi pada zaman kemunduran umat Islam.

    Pada zaman Rasulullah saw.,  kaum  wanita  biasa  menghadiri
    shalat berjamaah dan shalat Jum'at. Beliau saw. menganjurkan
    wanita  untuk  mengambil  tempat  khusus  di  shaf   (baris)
    belakang  sesudah  shaf  laki-laki. Bahkan, shaf yang paling
    utama bagi wanita adalah shaf yang paling belakang. Mengapa?
    Karena,  dengan  paling  belakang,  mereka lebih terpelihara
    dari kemungkinan melihat aurat  laki-laki.  Perlu  diketahui
    bahwa   pada  zaman  itu  kebanyakan  kaum  laki-laki  belum
    mengenal celana.

    Pada zaman Rasulullah  saw.  (jarak  tempat  shalat)  antara
    laki-laki  dengan perempuan tidak dibatasi dengan tabir sama
    sekali,  baik  yang  berupa  dinding,  kayu,  kain,   maupun
    lainnya.  Pada  mulanya  kaum  laki-laki dan wanita masuk ke
    masjid lewat pintu  mana  saja  yang  mereka  sukai,  tetapi
    karena  suatu  saat  mereka  berdesakan,  baik  ketika masuk
    maupun keluar, maka Nabi saw. bersabda:

    "Alangkah baiknya kalau kamu jadikan pintu ini untuk wanita"

    Dari sinilah mula-mula diberlakukannya  pintu  khusus  untuk
    wanita,  dan  sampai  sekarang  pintu  itu  terkenal  dengan
    istilah "pintu wanita."

                                          (Bagian 1/3, 2/3, 3/3)
    -----------------------
    Fatwa-fatwa Kontemporer
    Dr. Yusuf Qardhawi
    Gema Insani Press
    Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
    Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
    Fax. (021) 7984388
    ISBN 979-561-276-X
BOLEHKAH BERDUAAN DENGAN TUNANGAN?        Dr. Yusuf Qardhawi

    PERTANYAAN

    Saya mengajukan lamaran  (khitbah)  terhadap  seorang  gadis
    melalui  keluarganya,  lalu  mereka  menerima dan menyetujui
    lamaran saya.  Karena  itu,  saya  mengadakan  pesta  dengan
    mengundang  kerabat  dan  teman-teman.  Kami umumkan lamaran
    itu,  kami  bacakan  al-Fatihah,  dan  kami  mainkan  musik.
    Pertanyaan saya: apakah persetujuan dan pengumuman ini dapat
    dipandang sebagai perkawinan menurut syari'at  yang  berarti
    memperbolehkan  saya  berduaan  dengan  wanita tunangan saya
    itu. Perlu diketahui bahwa dalam kondisi sekarang  ini  saya
    belum  memungkinkan  untuk  melaksanakan  akad  nikah secara
    resmi dan terdaftar pada kantor urusan nikah (KUA).

    JAWABAN

    Khitbah (meminang,  melamar,  bertunangan)  menurut  bahasa,
    adat,  dan  syara,  bukanlah  perkawinan. Ia hanya merupakan
    mukadimah (pendahuluan) bagi  perkawinan  dan  pengantar  ke
    sana.

    Seluruh  kitab  kamus  membedakan antara kata-kata "khitbah"
    (melamar)  dan  "zawaj"   (kawin);   adat   kebiasaan   juga
    membedakan  antara  lelaki yang sudah meminang (bertunangan)
    dengan yang sudah  kawin;  dan  syari'at  membedakan  secara
    jelas  antara  kedua  istilah  tersebut. Karena itu, khitbah
    tidak lebih dari sekadar mengumumkan keinginan  untuk  kawin
    dengan   wanita   tertentu,   sedangkan  zawaj  (perkawinan)
    merupakan aqad yang mengikat dan perjanjian yang  kuat  yang
    mempunyai    batas-batas,    syarat-syarat,   hak-hak,   dan
    akibat-akibat tertentu.

    Al Qur'an telah mengungkapkan kedua perkara tersebut,  yaitu
    ketika membicarakan wanita yang kematian suami:

    "Dan  tidak  ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang
    suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah) itu  dengan
    sindiran   atau  kamu  menyembunyikan  (keinginan  mengawini
    mereka) dalam  hatimu.  Allah  mengetahui  bahwa  kamu  akan
    menyebut-nyebut   mereka,  dalam  pada  itu  janganlah  kamu
    mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
    sekadar  mengucapkan  (kepada  mereka) perkataan yang ma'ruf
    (sindiran yang baik). Dan janganlah kamu ber'azam  (bertetap
    hati)  untuk  beraqad  nikah  sebelum  habis 'iddahnya." (Al
    Baqarah: 235)

    Khitbah, meski bagaimanapun dilakukan berbagai upacara,  hal
    itu  tak  lebih  hanya  untuk  menguatkan dan memantapkannya
    saja. Dan khitbah bagaimanapun keadaannya tidak  akan  dapat
    memberikan  hak  apa-apa  kepada si peminang melainkan hanya
    dapat menghalangi lelaki lain untuk meminangnya, sebagaimana
    disebutkan dalam hadits:

    "Tidak  boleh  salah seorang diantara kamu meminang pinangan
    saudaranya." (Muttafaq 'alaih)

    Karena itu, yang penting  dan  harus  diperhatikan  di  sini
    bahwa   wanita   yang  telah  dipinang  atau  dilamar  tetap
    merupakan  orang  asing  (bukan  mahram)  bagi  si   pelamar
    sehingga  terselenggara  perkawinan  (akad nikah) dengannya.
    Tidak boleh si wanita diajak hidup  serumah  (rumah  tangga)
    kecuali  setelah  dilaksanakan akad nikah yang benar menurut
    syara', dan rukun asasi dalam akad ini ialah ijab dan kabul.
    Ijab  dan  kabul adalah lafal-lafal (ucapan-ucapan) tertentu
    yang sudah dikenal dalam adat dan syara'.

    Selama akad nikah -  dengan  ijab  dan  kabul  -  ini  belum
    terlaksana,  maka  perkawinan  itu  belum terwujud dan belum
    terjadi, baik menurut adat,  syara',  maupun  undang-undang.
    Wanita   tunangannya  tetap  sebagai  orang  asing  bagi  si
    peminang  (pelamar)  yang  tidak  halal  bagi  mereka  untuk
    berduaan dan bepergian berduaan tanpa disertai salah seorang
    mahramnya seperti ayahnya atau saudara laki-lakinya.

    Menurut ketetapan syara, yang  sudah  dikenal  bahwa  lelaki
    yang  telah  mengawini  seorang  wanita  lantas meninggalkan
    (menceraikan) isterinya itu sebelum ia  mencampurinya,  maka
    ia berkewaiiban memberi mahar kepada isterinya separo harga.

    Allah berfirman:

    "Jika  kamu  menceraikan  isteri-isteri  kamu  sebelum  kamu
    mencampuri   mereka,   padahal   sesungguhnya   kamu   telah
    menentukan  maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang
    telah kamu tentukan itu, kecuali  jika  isteri-isterimu  itu
    memaafkan  atau  dimaafkan  oleh  orang yang memegang ikatan
    nikah ..." (Al Baqarah: 237)

    Adapun  jika  peminang  meninggalkan  (menceraikan)   wanita
    pinangannya  setelah  dipinangnya,  baik selang waktunya itu
    panjang maupun pendek, maka ia tidak punya kewajiban apa-apa
    kecuali  hukuman  moral  dan  adat  yang  berupa  celaan dan
    cacian. Kalau demikian keadaannya, mana mungkin si  peminang
    akan   diperbolehkan  berbuat  terhadap  wanita  pinangannya
    sebagaimana  yang  diperbolehkan  bagi  orang   yang   telah
    melakukan akad nikah.

    Karena  itu,  nasihat saya kepada saudara penanya, hendaklah
    segera melaksanakan akad  nikah  dengan  wanita  tunangannya
    itu.  Jika  itu  sudah dilakukan, maka semua yang ditanyakan
    tadi diperbolehkanlah. Dan jika kondisi belum  memungkinkan,
    maka  sudah  selayaknya  ia menjaga hatinya dengan berpegang
    teguh  pada  agama  dan  ketegarannya   sebagai   laki-laki,
    mengekang   nafsunya   dan  mengendalikannya  dengan  takwa.
    Sungguh tidak baik memulai sesuatu  dengan  melampaui  batas
    yang halal dan melakukan yang haram.

    Saya  nasihatkan  pula  kepada para bapak dan para wali agar
    mewaspadai anak-anak perempuannya, jangan gegabah membiarkan
    mereka  yang  sudah  bertunangan.  Sebab,  zaman  itu selalu
    berubah dan, begitu pula hati manusia.  Sikap  gegabah  pada
    awal  suatu  perkara dapat menimbulkan akibat yang pahit dan
    getir. Sebab itu, berhenti pada batas-batas Allah  merupakan
    tindakan lebih tepat dan lebih utama.

    "...  Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah
    orang-orang yang zhalim." (Al Baqarah: 229)

    "Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta
    takut  kepada  Allah  dan  bertakwa  kepada-Nya, maka mereka
    adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (An Nur: 52)

    -----------------------
    Fatwa-fatwa Kontemporer
    Dr. Yusuf Qardhawi
    Gema Insani Press
    Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
    Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
    Fax. (021) 7984388
    ISBN 979-561-276-X

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FITOFARMASETIKA
PENGUJIAN HASIL EKSTRAKSI SAMBILOTO ( Andrographis paniculata) DENGAN METODE MASERASI, INFUNDASI, PERKOLASI DAN EKSTRAK TERPURIFIKASI HASIL MASERASI
UGM.jpg
Disusun oleh :
Nove Ariska                  (FA/08146)
Allisya Swastika NSP   (FA/08158)
Toga Laksana              (FA/08159)
                   Asisten jaga                   : Indah & Saroh
                   Dosen jaga                    : Sri Mulyani, S.U., Apt.

LABORATORIUM TEKNOLOGI FITOFARMASETIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Dimana sumber daya alam tersebut sebagian besar berkhasiat sebagai obat.
Pada abad ke-19 zaman kolonial Belanda sudah mulai memberi sentuhan ilmiah terhadap beberapa jenis tumbuhan obat ini baik di segi penanaman maupun di segi penelitian kandungan dan khasiatnya. Tentunya dengan tujuan untuk memperluas perdagangannya. Diantaranya adalah sambiloto, sambiloto sangat luas penggunaannya sebagai obat tradisional (Arifin & Kardiyono, 1985).
Dari ribuan jenis tanaman di Indonesia yang berkhasiat, sambiloto merupakan salah satu tumbuhan obat yang sangat luas penggunaannya di dalam pengobatan tradisional. Memasuki abad ke-21 sebagai era globalisasi, perkembangan teknologi dan bentuk pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia dalam pelayanan kesehatan sudah mengenal serta menggunakan konsep ekstrak (Anonim, 2000).
Menurut perkembangannya, saat ini obat tradisional Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yakni obat kelompok jamu dan obat kelompok fitoterapi (fitofarmaka). Dimaksud dengan bahan tradisional kelompok jamu adalah obat dari bahan alam yang khasiatnya masih didasarkan pada pengalaman, dan bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang umumnya belum memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, dengan kata lain suatu obat tradisional dinyatakan sebagai jamu bila bukti ilmiah tentang khasiat serta pemenuhan mutu farmasetisnya belum ditegaskan, karenanya, dapat dimengerti bila pemanfaatan jamu sebagai sarana pengobatan dalam sistem pelayanan kesehatan formal, tidak dapat diterima (Donatus, 1992).
Berdasarkan atas kenyataan diatas, seak tahun 1984, Dep-Kes telah menetapkan kebijaksanaan baru, yakni mendorong pengembangan obat tradisional Indonesia, utamanya yang bersifat kuratif, ke arah obat tradisional kelompok fitofarmaka. Untuk itu, dalam upaya pengembangan pedoman uji kemanfaatan fitofarmaka tersebut, selanjutnya fitofarmaka ditakrifkan (didefinisikan) sebagai sediaan obat dari bahan alam, terutama dari alam nabati yang telah jelas khasiatnya dan bahan bakunya terdiri dari simplisia/sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya (Anonim, 1985). Jadi suatu obat tradisional dapat dinyatakan sebagai fitofarmaka, bila bukti ilmiah tentang khasiat dan keamanannnya telah ditegaskan melalui serangkaian uji praklinik maupun uji klinik baku. Selain itu, bukti pemenuhan terhadap persyaratan mutu farmasetisnya pun telah ditegaskan. Artinya, keseragaman komponen aktifnya telah dibakukan memenuhi persyaratan minimal, paling tidak sesuai dengan yang tertera dalam Farmakope, Ekstra Farmakope, atau Materia Medika Indonesia (Donatus, 1992).
Pada obat-obat  tradisional pada umumnya belum diketahui pasti zat aktif yang berperan mendukung khasiat yang ada. Walaupun terdapat suatu alternatif dapat dipakai sebagai zat identitas dalam penentuan kualitas bahan baku maupun produk akan tetapi adanya kerumitan pada bahan tradisional masih menjadi kendala pada penentuan kualitas. Kerumitan suatu peroduk disamping ditentukan oleh banyaknya komponen bahan dalam ramuan, ditentukan pula dari masing masing komponen penyusunnya (Sudarsono, 1995).
Memperhatikan  potensi khasiat senyawa - senyawa yang terdapat pada sambiloto dan hasil - hasil penelitian tentang manfaatnya, sambiloto dapat dikembangkan ke arah fitofarmaka untuk meningkatkan kesehatan dan pencegahan penyakit.

  1. Tinjauan Pustaka
1.      Uraian tentang sambiloto (Andrographis paniculata)
Sambiloto banyak di emukan di daratan Asia. Selain di Indonesia, sambiloto juga terdapat di India, Filipina, Vietnam dan Malaysia. Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka, seperti di kebun, tepi sungai, tanah kosong yang agak lembab, atau di pekarangan. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 700 m diatas permukaan laut (Anonim , 2009).

a.       Sistematika     
Divisi               : Spermatophyta         
Sub divisi        : Angiospmerae
Kelas               : Dicotyledonae                      
Bangsa             : Scrophulariales
Suku                : Acanthaceae
Marga              : Andrographis
Spesies             : Andrographis paniculata


b.      Morfologi
Sambiloto merupakan tanaman semak yang mempunyai banyak cabang yang berdaun dan tingginya bisa mencapai kurang lebih 50 - 90 cm. Daun sambiloto kecil - kecil berwarna hijau tua, berdaun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2 - 8 cm, lebar 1 - 3 cm. Batang disertai banyak cabang berbentuk segi empat (kwadrangularis) dengan nodus yang membesar (Anonim, 2009).

Perbungaan rasemosa yang bercabang membentuk malai, keluar dari ujung batang atau ketiak daun. Bunga berbibir berbentuk tabung, kecil - kecil, warnanya putih bernoda ungu. Buah kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm dan lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah mernbujur menjadi 4 keping biji gepeng, kecil - kecil, warnanya cokelat muda (Anonim,2009).

Sambiloto juga dapat berkembang biak sepanjang tahun, dengan biji maupun dengan cara stek batang. Perbanyakan dengan stek batang juga relatif mudah dilakukan. Caranya, pilihlah batang yang agak tua yang memiliki daun sekitar 10 helai. Batang tersebut dipotong sepanjang kurang lebih 20 cm lalu ditancapkan ke tanah di tempat teduh. Hanya dalam waktu sekitar satu bulan, tanaman sambiloto sudah mulai di penuhi daun muda. Bagian yang biasa digunakan untuk obat tradisional adalah daunnya yang rasanya sangat pahit. Sebenarnya selain daunnya, batang, bunga dan bagian akar juga bermanfaat obat (Anonim, 2009).

c.       Nama daerah
Sumatera         : Pepaitan
Jawa                : Ki oray, Ki peurat, Takilo (Sunda); Bidara, Sadilata, Sambilata, Takila (Jawa) (Anonim, 1979)

d.      Kegunaan
Berbagai penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri, menemukan bahwa di balik rasa pahit sambiloto, terkandung zat aktif androgapholid yang sangat bermanfaat untuk pengobatan. India juga sudah lama mengenal tanaman obat ini, bahkan sambiloto digunakan untuk memerangi epidemi flu di India pada tahun 1919 dan terbukti efektif sehingga sambiloto mendapat julukan the “Indian Echinacea” .Di Cina, sambiloto sudah diuji klinis dan terbukti berkhasiat sebagai anti hepapatoksik (anti penyakit hati). Di Jepang, sedang dijajaki kemungkinan untuk memakai sambiloto sebagai obat HIV, dan di Skandinavia, sambiloto digunakan untuk mengatasi penyakit - penyakit infeksi.

e.       Kandungan kimia
Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Juga terdapat flavonoid, alkane, keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Flavotioid diisolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin, panikulin, mono-0- metilwithin, dan apigenin-7,4- dimetileter. Zat aktif andrografolid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektbr (melindungi sel hati dari zat toksik).

2.      Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang digunakan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Keuntungan dari cara ini adalah cara pengerjaan dan peralatannya sederhana, meskipun demikian ada juga kerugiannya, yaitu waktu pengerjaannya relatif lama dan kurang sempurna (Anonim, 1986). Maserasi merupakan cara yang paling sederhana kerena simplisia yang telah diserbukkan dengan derajat halus tertentu hanya perlu direndam dalam cairan penyari selama waktu yang ditentukan dalam suatu wadah yang terlindung dari sinar matahari untuk menghindari terjadinya reaksi yang dikatalisis oleh cahaya dan juga untuk menghindari terjadinya perubahan warna (Voight, 1994).

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol atau pelarut lain. Apabila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet yaitu nipagin yang diberikan pada awal penyarian (Anonim, 1986). Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut ke dalam cairan penyari seperti malam (Anonim, 1986).

3.      Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi ( Anonim, 1986 ). Pembasahan serbuk sebelum dilakukan penyarian dimaksudkan untuk memberi kesempatan sebesar - besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori - pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator. Cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum. Larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi.
         Prinsip penyarian dengan cara perkolasi adalah : Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel - sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan olek kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler dan gaya geseran ( friksi ). Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk tabung, perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan perkolator ini tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari.
4.      Infundasi
            Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90º C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat aktif yang larut dalam air. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan leih dari 24 jam.
            Cara ini sangat sederhana  dan sering digunakan untuk perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi cara ini sering dipergunakan untuk membuat ekstrak. Infuse dibuat dengan cara : membasahi bahan dengan air dengan 2 kali bobot bahan. Untuk bunga 4 kali bobot bahan, dan untuk karagenan 10 kali bobot bahan. , kemudian bahan baku ditambah air dan dipanaskan selama 15 menit. Pada suhu 90º C - 98º C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian bahan. Pada simplisia tertentu tidak 10 bagian, hal ini disebabkan karena, kandungan simplisia kelarutannya terbatas, disesuaikan dengan cara pengobatan., berlendir (misal karagenan), daya kerjanya keras (misal digitalis folium). Untuk memindahkan penyarian kadang - kadang perlu ditambahkan bahan kimia misalnya : asam sitrat (untuk infusa kina), kalium atau natrium karbonat (untuk infusa kelembak). Penyaringan dilakukan saat cairan masih panas, kecuali bahan yang mudah menguap (misal minyak atsiri).
5.      Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan atau biasa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik tersebut. Keempat teknik kromatrografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi kinerja tinggi (Harborne, 1989). Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis (KLT) adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta penanganannya sederhana (Stahl, 1985).

Penggunaan KLT biasa untuk tujuan uji kualitatif dapat menggunakan pereaksi kimia atau sinar ultraviolet atau gabungan keduanya. Untuk deteksi dengan sinar ultraviolet harus dilakukan dalam ruang gelap atau tertutup kain hitam agar lebih jelas dan tidak akan menyebabkan kerusakan pada mata (Soemarno, 2001). KLT yang dimaksudkan untuk uji kualitatif salah satunya dengan meggunakan densitometer sebagai alat pelacak bila cara penotolannya dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memenjang dan system zigzag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zigzag karena pengukurannya lebih merata serta ketelitiannya lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001).


  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan beberapa masalah yaitu :
1.      Bagaimana metode ekstraksi suatu simplisia yang baik dan bagaimana kontrol kualitasnya?
2.      Metode ekstraksi yang manakah yang menghasilkan andrografolid paling tinggi?
3.      Metode ekstraksi yang manakah yang paling baik untuk mendapatkan kadar andrographolid yang paling optimal.
D.    Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami bagaimana cara mengekstraksi suatu simplisia dan cara melakukan kontrol kualitas yang baik.
2.      Mengetahui metode ekstraksi yang dapat menghasilkan kadar andrografolid yang paling tinggi.
3.    Mengetahui metode yang tepat untuk mendapatkan kadar andrographolid yang paling optimal.




BAB II
METODOLOGI

  1. Alat dan Bahan
  1. Maserasi
Alat : bejana untuk maserasi, alat-alat gelas, kertas saring, penangas air, kipas angin, pengaduk.
Bahan : serbuk sambiloto 500 g, etanol 96 %
  1. Perkolasi
Alat : Tabung perkolasi, alat-alat gelas, kertas saring, penangas air, kipas angin, pengaduk, corong plastik, kapas.
Bahan : serbuk sambiloto 100 g, etanol 96 %
3.      Infundasi
Alat : Panci infundasi, kain flannel, penangas air, kipas angin, vortex.
Bahan : serbuk sambiloto 44,99 g, etanol 96 %

4.      Ekstrak terpurifikasi
Alat : Erlenmeyer, penangas air, kipas angin
Bahan : ekstrak kental hasil maserasi 10 g, Hexan

5.      Profil KLT
Alat: chamber, densitometer (Dual Wavelength Chromatoscanner Shimadzu CS-930 digabungkan dengan data recorder Shimadzu Type DR-2), mikropipet, flakon.
Bahan: fase diam: silika gel GF 254, fase gerak : Kloroform : Metanol ( 9 : 1 ), pembanding : Andrografolid.






  1. Cara Kerja
  1. Ekstraksi simplisia
a.       Maserasi
500 gram serbuk sambiloto

Masukkan ke bejana, tuangi dengan cairan penyari 2,5 L
Tutup dan biarkan 5 hari terlindungi dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk setiap hari

Setelah 5 hari, serkai, ampas diperas

Ampas ditambah cairan penyari lagi secukupnya diaduk dan diserkai hingga 750 ml

Bejana ditutup, biarkan di tempat sejuk & terlindungi dari cahaya selama 2 hari, jangan diaduk, pisahkan endapan dari filtrat

                                                Filtrat                                      Endapan
 

                        Ekstrak diuapkan diatas penangas
Air dengan bantuan kipas angin sampai kental

                                Timbang


 

Hitung rendemen


b.      Ekstrak terpurifikasi
10 gram ekstrak kental hasil maserasi

Masukkan ke dalam erlenmeyer

Tambahkan 200 ml hexan

Vortex selama 15 menit

Saring, tambahkan pelarut lagi sampai bening

Catat volume penambahan pelarut

Uapkan filtrat hingga diperoleh ekstrak kental

Hitung Rendemen







c.       Perkolasi
100 gram serbuk sambiloto dibasahi dengan 50 ml cairan penyari lalu dimasukkan bejana tertutup selama 3 jam

Siapkan Perkolator bersih, bagian bawah diberi kapas dan kertas saring

Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator
sambil ditekan hati-hati, tambahkan kertas saring diatasnya

Tuangi cairan penyari, perkolator ditutup dan biarkan selama 24 jam

Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit dan tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas serbuk
 

Perkolat yang keluar ditampung hingga 80 ml, sisihkan

Dilanjutkan hingga 500 ml perkolat yang terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa, perkolasi dihentikan


 

Perkolat yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan penguangan tekanan hingga tinggal 20 ml, dicampur dengan perkolat pertama
 

   ½ bagian masukan ke botol tertutup            ½ bagian uapkan hingga kental

                                                                                                     Timbang


                                                                                    Hitung Rendemen



d.      Infundasi

44,99 gram bahan ,masukkan kedalam panci A, tambah 1L aquadest

Panci bag. Bawah ( B ) ditambah air ledeng, hingga panci A terendam sebagian, lalu tutup panci A

Panaskan selama 15 menit, dihitung mulai suhu didalam panci A mencapai 90oC ( panci B mendidih sesekali diaduk )


 

Diserkai selagi panas melalui kain flanel


 

Infusa diuapkan diatas penanangas air dengan bantuan kipas angin


 

Timbang ekstrak kental


 

½ bag. Ekstrak kental ditambah 5 bag. Etanol 96%


 

Divortex selama 15 menit, kemudian disaring


 

Lakukan berulang – ulang hingga filtrat yang diperoleh tidak berwarna lagi


 

Kumpulkan filtrat yang diperoleh, lalu diuapkan lagi sampai diperoleh ekstrak kental


 

Timbang ekstrak kental yang diperoleh dan hitung rendemen ekstrak kental tersebut.






  1. Kontrol Kualitas Ekstrak
a.       Rendemen
Rendemen (%) =
b.      Organoleptis : warna, bau, rasa dan konsistensi

c.       Susut pengeringan
Timbang 1 gram ekstrak kental
Masukkan ke dalam botol timbang yang sudah memenuhi bobot tetap (dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit)
Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5-10 m
Masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam

Setelah 5 jam ekstrak dikeluarkan dan didinginkan dalam eksikator, selanjutnya ditimbang kembali

Pengerjaan dilakukan setiap kali dengan lama pemanasan 30 menit sampai tercapai bobot tetap konstan (selisih 2 kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%)

Dihitung susut pengeringannya





d.      Profil KLT
100 mg ekstrak dilarutkan dengan 5 ml etanol 96%
Vortex hingga larut
Totolkan 2 µl pada fase diam yang sesuai
Kembangkan dengan fase gerak pada bejana yang telah dijenuhkan sebelumnya
                        Sistem kromatografi yang digunakan :
                        Fase diam        : Silika gel F254
                        Fase gerak       : Kloroform : Metanol  (9:1)
                        Pembanding    : Andrografolid standar (2mg/2,5ml ; 1mg/2,5ml ; 0,5mg/2,5ml)
                        Sampel                        : 50mg/ml (2 µl)
                        Deteksi            : Tampak, UV254, Uv366, densitometer














BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
  1. Rendemen Ekstrak Sambiloto
Rendemen (%) =
a.       Maserasi
Berat serbuk awal(g)
Berat ekstrak kental(g)
Rendemen
500
16,43
3,286% b/b

            Perhitungan :
Rendemen       : b/b
b.      Perkolasi
Berat serbuk awal(g)
Berat ekstrak kental(g)
Rendemen
100
3,4
3,4 % b/b

Perhitungan :
Rendemen       : b/b
c.       Infundasi
Berat serbuk awal(g)
Berat ekstrak kental(g)
Rendemen
44,99
13,56
30,14 % b/b

Perhitungan :
Rendemen       : b/b



d.      Ekstrak terpurifikasi
Ekstrak awal(g)
Berat ekstrak kental(g)
Rendemen
10,00
1,6
16 % b/b

Perhitungan :
Rendemen       : b/b
  1. Susut Pengeringan
a.       Penaraan bobot botol timbang
Metode
Pemanasan ke
Bobot awal (g)
Bobot tetap akhir (g)
Selisih (%)
Maserasi I
1
18,0546
18,0501
0,02
Maserasi II
1
17,7303
17,7268
0,0019
Infundasi I
1
19,3375


2
19,3340
19,3327
0,007
Infundasi II
1
18,0965


2
18,0903
18,0899
0,002

b.      Bobot botol timbang dan ekstrak sebelum dipanaskan
Metode
Bobot botol timbang + Ekstrak (gram)
Bobot Ekstrak (gram)
Maserasi I
19,0501
1,0000
Maserasi II
18,7268
1,0000
Infundasi I
20,3328
1,0000
Infundasi II
19,0965
1,0067

c.       Bobot tetap ekstrak
Metode
Perlakuan
Bobot wadah + simplisia
Bobot Wadah
Bobot Simplisia Awal (gram)
Susut pengeringan (%)
Infundasi I
Bobot awal (g)
20,3328
19,3327
1,0067

Pemanasan I (g)
19,9824

Pemanasan II (g)
19,9804

Pemanasan III (g)
19,9779
35,91
Infundasi II
Bobot awal (g)
19,0965
18,0899
1,0000

Pemanasan I (g)
18,5846

Pemanasan II (g)
18,7336

Pemanasan III (g)
18,7335
35,64
Maserasi I
Bobot awal (g)
19,0501
18,0501
1,0000

Pemanasan I (g)
18,9145

Pemanasan II (g)
18,9164

Pemanasan III (g)
18,9159
13,42
Maserasi II
Bobot awal (g)
18,7268
17,7268
1,0000

Pemanasan I (g)
18,5832

Pemanasan II (g)
18,5846

Pemanasan III (g)
18,5841
14,27







  1. Penentuan Kadar Andrografolid
Profil KLT :
Fase diam                                : Silika gel F254
Fase gerak                               : Kloroform : Metanol (9:1)
Sampel                                                : Sambiloto
Pembanding                            : Andrografolid standar (2mg/2,5ml ; 1mg/2,5ml ; 0,5/2,5ml)
Jarak pengembangan               : 8 cm
Deteksi                                    : Tampak, UV254, Uv366, densitometer

Gambar KLT :
               
                                    Tampak                                               UV 254                      


                               UV 366 nm
 


P          ET       M         0,5          1          2          Inf       EK       Cam







Kromatogram
No
Rf
Warna sebelum disemprot
Tampak
UV 254
UV 366
1

0,2
-
ungu
-
0,75
 kuning
ungu
ungu
0,875
 -
ungu
ungu
 2

0,375
-
ungu
-
0,625
-
Ungu

0,85
 kuning
Kuning
ungu
3
0,625
-
ungu
-
0,6875
-
kuning
-
0,775
kuning 
Ungu
 ungu
0,8125
-
ungu
-
4
0,475
-
ungu
-
 5
0,475
 -
Ungu
 -
 6
0,475
 -
Ungu
 -
 7
-
-
8
-
 -
-
-
9


0,5625
-
kuning
hijau
0,6875
 Kuning
Kuning
hijau
0,75
 kuning
Kuning
kuning
0,875
 kuning
-
-
0,85
Ungu

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Mahasiswa Etos Jogja

sapa areb melu?