Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis.

Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam.

Get the latest news!


Tanaman kencur memiliki ciri-ciri daun lebar dan ada juga yang sempit, tangkai daun pendek, pelepah terbenam tanah, berwarna putih, bunga tunggal berbentuk terompet, benang sari berwarna kuning, putik berwarna putih/ putih keunguan, akar serabut berwarna coklat kekuningan, mrimpang pendek berwarna coklar, berbentuk jari dan tumpul, bagian luar bersisik, daging rimpang tidak keras, rapuh, mudah patah dan bergetah, berbau harum dan rasa pedas yang khas.
Kencur banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu-jamuan), fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap makanan dan minuman, rempah, serta campuran saus rokok pada industri rokok kretek. Secara empirik, kencur digunakan sebagai penambah nafsu makan, infeksi bakteri, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran, masuk angin, dan sakit perut. Minyak atsiri dalam kencur mengandung etil sinamat dan etil parametoksi sinamat yang banyak digunakan dalam industri kosmetika dan sebagai obat asma dan jamur. Banyaknya manfaat kencur memungkinkan pembudidayaannya dilakukan secara intensif.
Dalam kencur terdapat minyak atsiri yang mengandung etil parametoksi sinamat. Etil parametoksi sinamat merupakan kandungan utama kencur. Etil parametoksi sinamat merupakan senyawa turunan fenol. Adapun struktur etil parametoksi sinamat sebagai berikut :









Struktur Etil p-metoksi sinamat

Etil parametoksi sinamat memiliki aktivitas analgetik dan diduga bertanggung jawab pula terhadap efek penambah nafsu makan. Sebagai turunan fenol, etil parametoksi sinamat dapat dideteksi dengan anisaldehid asam sulfat dan vanilin asam sulfat. Sebagai ester asam sinamat dengan gugus fenol termetilasi, senyawa ini memiliki polaritas relatif tinggi. Etil parametoksi sinamat larut baik dalam heksan, protelum eter, larut juga dalam etanol, dan tidak larut dalam air.
Isolasi etil parametoksi sinamat dilakukan dengan cara maserasi, serbuk rimpang kencur ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan etanol 95%. Kemudian digojog sesekali selama 5 jam dan dibiarkan termaserasi selama 1 minggu agar etil parametoksi sinamat tersari sempurna.
Maserasi merupakan suatu proses ekstraksi dingin yang berprinsip pada difusi. Metode maserasi menitikberatkan pada perendaman dan penggojogan dan menggunakan prinsip perendaman serbuk di dalam cairan penyari. Dengan perendaman, susunan sel pada serbuk kencur akan luruh, sehingga zat aktif yang terkandung di dalam bahan tersebut akan larut ke dalam cairan penyari. Penyari yang digunakan adalah etanol karena etil parametoksi sinamat larut dalam etanol. Sampel bahan yang digunakan berupa serbuk agar luas permukaan kontak antara bahan dan penyari besar sehingga penyarian lebih sempurna. Penggojogan dilakukan dengan tujuan agar pelarut dapat mengalir secara berulang-ulang ke dalam serbuk halus. Larutnya zat aktif akan terjadi apabila cairan penyari menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel. Di dalam rongga sel inilah terdapat zat aktif yang  dapat larut dalam cairan penyari. Proses keluarnya zat aktif dari rongga sel disebabkan karena adanya perbedaan kadar antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, sehingga terjadi difusi zat aktif ke luar sel. Oleh karena itu, pada proses maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk mengacaukan gradien konsentrasi larutan zat aktif di luar sel sehingga konsentrasi zat aktif di luar sel pada tiap bagian larutan sama besar. Hal ini akan memudahkan terjadinya proses difusi zat aktif dari dalam ke luar sel. Gradien konsentrasi adalah kondisi dimana konsentrasi zat aktif dalam larutan di luar sel paling besar terdapat di daerah yang dekat dengan sampel yang dimaserasi. Makin jauh dari sampel yang termaserasi, konsentrasi zat aktif yang terlarut di luar sel makin sedikit.
Setelah termaserasi selama 1 minggu, filtrat dan endapan dipisahkan dengan penyaringan. Di dalam filtrat terkandung etil parametoksi sinamat, sehingga filtrat harus dipisahkan dari endapan. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan porselen di atas penangas air sampai didapat volume kira-kira 10 ml. Selanjutnya filtrat dimasukkan dalam erlenmeyer dan sisa filtrat yang tertinggal di cawan porselen dicuci dengan 5 ml etanol 95% lalu dicampurkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya dilakukan kristalisasi dengan menyimpan filtrat dalam lemari es. Prinsip kristalisasi adalah perbedaan kelarutan pada keadaan panas dan dingin. Pada keadaan dingin, etil parametoksi sinamat tidak larut sehingga dapat dipisahkan dari pelarutnya (etanol 95%) dengan penyaringan. Tujuan penguapan adalah untuk memekatkan sari etanol sehingga larutan jenuh dan pembentukan kristal akan lebih mudah terjadi. Dalam keadaan dingin, etil parametoksi sinamat tidak larut sehingga akan menjadi kristal. Pengkristalan dilakukan selama minimal 24 jam. Dalam praktikum ini, kristalisasi dilakukan selama 1 minggu sampai praktikum berikutnya.
Kristal yang diperoleh dipisahkan dari filtrat dengan penyaringan. Kemudian dikeringkan untuk menghilangkan sisa-sisa cairan. Dari kristal yang didapat dilakukan identifikasi meliputi uji kelarutan dalam proteleum eter, titik lebur, pengamatan bentuk kristal secara mikroskopi dan analisis kualitatif secara kromatografi lapis tipis.
Dari hasil percobaan, kristal yang didapatkan dari semua kelompok 1 golongan praktikum sangat sedikit sekali. Setelah disaring dan dikeringkan, tidak ada kristal yang tersisa dalam kertas saring. Hal ini mungkin terjadi karena penggojogan saat penyarian kurang kuat atau kurang sering digojog sehingga etil parametoksi sinamat kurang tersari. Dapat juga disebabkan karena kesalahan saat pengeringan. Mungkin suhu yang digunakan terlalu tinggi, melebihi titik lebur etil parametoksi sinamat sehingga pada saat dikeringkan kristal malah melebur.
Karena tidak didapatkan kristal, seharusnya filtrat sisa hasil penyaringan diuapkan kembali dan didinginkan agar terbentuk kristal. Namun, karena ketidaktahuan praktikan, filtrat sisa hasil penyaringan terlanjur dibuang dan hanya tinggal filtrat sisa hasil penyaringan dari 1 kelompok yang belum dibuang sehingga 1 golongan praktikum menggunakan data dari 1 kelompok tersebut untuk digunakan analisis KLT. Sedangkan karena tidak terbentuk kristal maka karekterisasi kristal, seperti pengamatan bentuk kristal di bawah mikroskop, titik lebur kristal, dan juga kelarutan pada proteleum eter, etanol 95%, dan dalam air tidak dapat dilakukan.

Untuk analisis KLT, kertas saring yang telah digunakan untuk menyaring kristal direndam dalam etanol 95% sehingga etil parametoksi sinamat yang tersisa dalam kertas saring dapat larut dan sari tersebut digunakan untuk sampel KLT. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254. Fase diam ini terdiri dari lempeng silika yang dilapisi gypsum dan senyawa berfluoresensi di bawah UV 254. Jika terdapat senyawa (bercak) yang dapat mengabsorpsi sinar UV, maka akan terjadi peredaman pada lempeng silika karena sebagian energi diserap oleh senyawa tersebut, sehingga lempeng silika tidak berfluoresensi. Fase diam ini bersifat polar. Fase gerak yang dipilih bersifat non polar, yaitu toluene. Dengan demikian senyawa-senyawa non polar akan lebih mudah terbawa fase gerak. Sedangkan senyawa-senyawa polar akan lebih tertahan pada fase diam.
Sampel ditotolkan pada plat KLT sampai timbul spot jika diamati di bawah sinar UV. Totolan jangan terlalu besar dan tebal agar tidak terjadi tailing. Sebagai pembanding digunakan etil parametoksi sinamat standar. Plat dicelupkan ke dalam bejana yang telah dijenuhi fase gerak dan dielusi samapai jarak 8 cm. Setelah dielusi, plat dikeringkan dengan cara diangin-anginkan kemudian diamati di bawah sinar UV 254 dan 366 nm.
Setelah di lakukan tahapan analisis, didapat hasil pada pengamatan di bawah sinar tampak pengelusian berupa 1 bercak dari larutan pembanding etil parametoksi sinamat dengan Rf 0,3375. Sedangkan untuk sampel karena kadarnya sangat kecil sehingga tidak terlihat adanya bercak pada pengamatan di bawah sinar tampak.
Dari hasil dari TLC scanner pada UV 254 diperoleh 2 track dengan Rf larutan pembanding etil parametoksi sinamat sebesar 0,33 dan untuk sampel Rf-nya 0,10, sedangkan pada UV 366 diperoleh 2 track juga dengan Rf  larutan pembanding etil parametoksi sinamat sebesar 0,30 dan untuk sampel Rf-nya 0,10.
Harga Rf menunjukkan kepolaran dari suatu senyawa. Fase gerak pada sistem KLT menggunakan toluena yang bersifat kurang polar dibandingkan dengan fase diam silika gel GF 254. Sehingga senyawa etil parametoksi sinamat yang bersifat sangat polar akan lebih tertahan di fase diam. Akibatnya larutan pembanding yang berupa etil parametoksi sinamat standar dan juga larutan sampel memilki harga Rf yang kecil karena kurang terelusi. Perbedaan Rf yang agak besar antara larutan pembanding dan larutan sampel mungkin disebabkan karena sampel yang ditotolkan tidak murni dan banyak mengandung senyawa-senyawa pengotor.
Dari hasil TLC scanner diperoleh luas area dari larutan pembanding dan juga larutan sampel yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung kadar etil parametoksi sinamat yang berada dalam sampel. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar etil parametoksi sinamat yang berada dalam sampel pada UV 254 sebesar 9,5231% sedangkan pada UV 366 diperoleh kadar etil parametoksi sinamat yang berada dalam sampel sebesar 2,7933%. Perbedaan nilai kadar etil parametoksi sinamat yang berada dalam sampel pada deteksi di UV 254 dan 366 nm mungkin disebabkan perbedaan dari sensitivitas dari masing-masing detektor yang meliputi UV 254 dan UV 366 nm.

Leave a reply

1 Comment to "Identifikasi Senyawa Fenolik Kaempferia galanga"

  1. Posting yang menarik sekali. Saya pun hendak melakukan penelitian tentang etil p-metoksi sinamat..
    Apakah saya dapat bertanya, darimana saya bisa mendapatkan baku pembanding etil p-metoksi sinamat tersebut?

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Mahasiswa Etos Jogja

sapa areb melu?